RINGKASAN HUKUM-HUKUM PUASA
Definisi
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari
terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah
Ta'ala: "….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...."
(Al-Baqarah:187)
Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau
setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan
apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya,
sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang
yang dipercaya.
Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil
(berakal), dan sanggup untuk berpuasa. Adapun syarat-syarat
wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan
mampu. Para ulama mengatakan
anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya,
sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10
tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
Syarat sahnya puasa
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam:
- Islam: tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
- Akal: tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
- Tamyiz: tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
- Tidak haid: tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
- Tidak nifas: tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
- Niat: menyengaja dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya." (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah
hadits mauquf menurut
At-Tirmidzi). Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam
hari yaitu di salah satu bagian malam. Niat itu tempatnya di dalam
hati, dan melafazdkannya adalah bid'ah yang sesat, walaupun manusia
menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat semenjak malam
harinya ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah datang ke Aisyah pada selain bulan Ramadhan,
kemudian beliau bersabda (yang artinya): "Apakah engkau punya
santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa" [Hadits
Riwayat Muslim 1154].
Sunah Puasa
Sunah puasa ada enam:
- Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
- Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
- Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu
pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada
orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca
Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
- Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan
membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya,
membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas
itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari
dosa.
- Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti
membaca do'a:
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku
berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah
amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"
- Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
Hukum orang yang tidak berpuasa Ramadhan
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan:
- Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan
orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi
mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib
mengqadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah
(mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" ….Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain.... " (Al-Baqarah:184). Maksudnya, jika orang sakit dan
orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya)
sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan
Ramadhan.
- Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah
radhiallahu 'anha berkata:
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat." (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
- Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas
kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha
serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas
kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus
meng-gadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan
o!eh Abu Dawud.
Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
- Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang
tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi
makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian
kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab
Tafsir Ibnu Katsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu
sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab 'Umdatul
Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, him. 28.
Hukum jima' pada siang hari bulan Ramadhan
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus
meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat)
yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa
selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60
orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari
kaffarah itu. Firman Allah
Ta'ala:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab
Majalisu Syahri Ramadhan,
hlm. 102-108.
Hal-hal yang membatalkan puasa
- Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
- Jima' (bersenggama).
- Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah.
- Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan,
ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena
mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
- Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati
darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore
hari sebelum terbenam matahari.
- Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan: "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti
puasanya."
Diriwayatkan oleh Al-Harbi
dalam Gharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah No. 923.
- Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala:
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa
karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya
kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka
hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta,
ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (adu-domba), laknat
(mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki.
Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan
yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan
minum yang haram.
Puasa yang disunatkan
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut
shaum al-biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari
'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar